Bila Anak Takut Disunat
Sunat atau khitan bagi anak laki-laki hukumnya wajib. Namun, tak
selalu mudah membujuk anak untuk dikhitan. Alasan utama mereka adalah takut
merasakan sakitnya disunat.
Tak ada batasan minimal usia anak laki-laki untuk disunat. Sebagian
orangtua telah mengkhitankan anak laki-lakinya sejak bayi. Tapi, kebiasaan
dalam masyarakat kita, anak laki-laki baru dikhitan pada usia sekolah dasar.
Padahal, justru di usia inilah anak-anak mulai bisa berpikir tentang proses
sunat hingga akhirnya merasa takut menghadapinya.
SALAH PERSEPSI
Tanpa sadar orangtua atau anggota keluarga yang lain sering
menggunakan kata “sunat” sebagai hukuman. Misalnya saja dengan berkata, “Awas
ya, kalau nakal nanti Ayah sunat!” Dan perkataan sejenis lainnya yang
mengasosiasikan sunat sebagai sebuah hukuman yang menyeramkan. Akibatnya, anak
memiliki persepsi yang menakutkan untuk kata sunat atau khitan.
Kondisi inilah, kata psikolog Eri Vidiyanto, M.Psi, konsultan di Essa
Consulting, Jakarta, yang antara lain membuat anak takut disunat. “Anak-anak
memandang sunat itu menakutkan karena orangtua memang sudah memosisikan sunat
sebagai suatu yang menyeramkan,” ujar Eri. Jadi, ada informasi yang tidak tepat
yang sampai ke telinga anak berkaitan dengan sunat.
Ketakutan anak bisa semakin menjadi ketika sebagian teman atau
saudara-saudaranya yang sudah disunat ikut menakut-nakuti lantaran iseng atau
usil. Lagi-lagi, anak mendengar informasi yang salah soal khitan.
“Rasa takut itu berasal dari pikiran. Apa yang salah bisa dianggap
benar oleh anak. Nah, karena dia sudah punya persepsi yang menakutkan, maka
muncullah rasa takut itu. Jadi, yang harus dilakukan orangtua adalah
memperbaiki informasi tentang khitan kepada anak,” jelas Eri.
Lalu perlukah membanding-bandingkan anak dengan anak lainnya yang
sudah disunat agar ia juga berani melakukan hal yang sama? Menurut Eri,
pembandingan ini dampaknya kurang baik karena sering kali kondisi tiap anak
berbeda-beda. Anak bisa saja menjawab, misalnya, “Ya, jelaslah, dia, kan, pakai
teknik sunat yang mahal.” Ini akhirnya malah menimbulkan masalah baru bagi
orangtua. “Cukup beri anak pemahaman mengenai apa dan bagaimana khitan itu,”
tukas Eri.
Hal pertama yang harus dijelaskan kepada anak adalah tentang kewajiban
khitan bagi seorang lelaki Muslim. Mau tak mau, cepat atau lambat, mereka tetap
harus menjalani proses khitan juga. Dalam bahasa yang bisa dipahami anak, bisa
diterangkan dengan hadits dari Rasulullah saw. Lalu terangkan bahwa khitan
berkaitan pula dengan syarat bersuci (thaharah). Melakukan khitan berarti juga
melakukan ibadah.
Lalu, berilah pemahaman bahwa khitan berkaitan dengan kesehatan.
Dengan berkhitan, mereka akan jadi lebih bersih dan sehat. Juga akan terhindari
dari berbagai penyakit yang mungkin terjadi pada alat kelamin mereka.
Dengan penjelasan dan informasi yang tepat, pada akhirnya mereka akan
menyadari keutamaan khitan bagi diri mereka sendiri. Apalagi, ketika mereka
tahu bahwa teman-teman mereka pun sudah banyak yang disunat. Ini bisa mendorong
mereka untuk juga segera menjalani perintah agama itu.
BERI IMBALAN
Tak bisa dimungkiri, dengan cara apa pun proses khitan tetap
menimbulkan rasa sakit, baik pada saat tindakan maupun pada saat proses
penyembuhan luka. Banyak orangtua yang mencari cara gampang agar anak mau
disunat dengan mengatakan sunat itu tidak sakit. Tentu saja ini tak benar. Anak
pun akan merasa dibohongi setelah merasakan sendiri disunat.
Sebaiknya, kata Eri, orangtua menjelaskan cara-cara atau metode khitan
apa saja yang ada sekarang ini kepada anak, seperti bedah laser, smart klamp,
dan sebagainya. Setiap metode pasti punya teknik tersendiri untuk meminimalkan
rasa sakit. Para dokter atau tenaga medis yang melakukannya pun telah terlatih
dan memahami psikologis anak. Jadi, mereka tak perlu terlalu merisaukan rasa
sakitnya.
Setelah mengetahui semua metode itu, beri kebebasan pada anak untuk
memilih metode yang mereka anggap paling nyaman. Tentu saja selama kondisi
ekonomi orangtua memungkinkan. Sebab, semakin canggih metodenya, biayanya pun
semakin mahal.
Nah, untuk memberi motivasi lebih dan merangsang keberanian anak, tak
ada salahnya orangtua memberikan reward atau imbalan kepada anak. Dalam
masyarakat kita, ada kebiasaan untuk mengadakan perayaan saat anak disunat,
bahkan ada yang sampai besar-besaran. Anak juga diberi uang dan bermacam-macam
hadiah. Ini adalah sebuah bentuk reward untuk menghibur anak yang baru disunat
tadi.
Sebenarnya tak perlu juga sampai begitu, apalagi bila kondisi keluarga
tak memungkinkan. “Berikan saja sesuatu yang anak suka dan bermanfaat baginya.
Tak perlu yang muluk-muluk dan mahal,” saran Eri. Yang terpenting, anak merasa
mendapat penghargaan atas keberaniannya menjalani proses khitan.
Lalu, apa yang harus orangtua lakukan untuk menghilangkan rasa takut
dan cemas dalam diri anak yang akan disunat? Walaupun mengaku siap, adakalanya
anak seketika menjadi cemas dan takut sesaat sebelum proses khitan. Untuk
mengatasinya, orangtua bisa melakukan hal-hal berikut:
- Redakan kecemasan anak dengan kembali memberi pemahaman tentang proses khitan yang tak seburuk persepsi anak.
- Alihkan perhatiannya dengan mengajaknya mengobrol topik lain hingga ketegangannya berkurang atau hilang.
- Ajak anak berzikir untuk menenangkannya sekaligus memberinya keberanian.
- Bekerja sama dengan dokter yang akan melakukan khitan untuk menyemangati anak. Dokter yang melakukan khitan biasanya sudah dilatih untuk memengaruhi psikologis anak hingga anak tenang dan tidak merasa takut.
Semoga Bermanfaat
Sumber : http://ummi-online.com